Bismillah
Kopi kawa daun telur. Salah satu varian |
Pertama diajak singgah minum kopi kawa daun, Saya hanya
mengiyakan saja. Tapi, mengiyakan untuk sekedar menemani saja. Kopi? Pengen sih, tapi jujur saja perut Saya
tidak bisa menerima asupan kopi. Loh
kenapa? Something wrong? Ya tidak bisa
aja, Pren. Jawabannya pernah Saya tulis
di jurnal ini : Kopi dan Jus : Minuman yang Tertukar (Sebuah Misteri)
“Coba saja dulu. Ini
bukan kopi seperti yang Aa kenal sebelumnya.”, jelas istri. Lantas Saya pun dipesankan juga kopi kawa
daun tersebut. Benar saja, ketika saya
lihat, memang penampakannya berbeda dari kopi kelazimannya. Jauh lebih cair daripada
kopi yang biasanya kental. Saya aromai, beda dengan kopi. Saya sesap
sesendok. Hmmm… Memang tidak seperti
kopi, atau malah Saya berkesimpulan ini bukan kopi. Walaupun memang ada sedikit aroma
kopinya. Ini apa sebenarnya? Kok seperti
teh ya?
Setelah Saya tanya dan cari informasi, ternyata memang ini
kopi. Dalam artian memang benar berasal
dari pohon kopi. Namun, jika keumuman
minuman kopi diambil dari biji kopinya, kopi kawa daun justru diolah dari
daunnya. Ya, dari daun kopi. Sama persis seperti teh yang diolah dari
daunnya tanaman teh. Menarik juga. Seperti layaknya kopi yang bukan kopi. Hmmmm… Saya suka. Hehe…
Apalagi
sekarang tidak hanya kopi kawa daun original saja yang
ditawarkan. Sudah ada beberapa varian
lainnya. Ada kopi kawa daun susu dan
kopi kawa daun telur, misalnya. Dan Saya
sebagai bukan penikmat susu, pilihan variannya selalu jatuh ke kopi kawa daun
telur. Lezatos maknyosss… Rasanya seperti teh talua yang pernah Saya
tulis sebelumnya. Like it deh pokoknya mah.
Keunikan lain dari Kopi Kawa Daun ini bisa kita lihat dari media penyajiannya. Kopi kawa daun selalu dihidangkan dalam sebuah batok kelapa yang dipotong setengah, dengan tatakan sepotong batang bambu. Awalnya Saya sangka penyajian seperti ini tidak baku, jadi tentu akan berbeda di tiap kedai kopi kawa daun. Ternyata Saya salah. Semua kedai sejenis ini memang menyajikan seperti ini. “Tradisinya memang seperti ini.”, jelas seorang kawan. Wih, unik juga. Bisa jadi ciri khas yang akan selalu mengingatkan penikmatnya. Oh iya, hampir lupa. Biasanya kopi kawa daun ini disajikan tidak menyendiri. Ada sajian pendamping lainnya. Ada gorengan pisang, bakwan dan gorengan tempe. Di tempat lain ada juga dengan pendamping cemilan bika atau katan (baca : ketan) bahkan durian jika sedang musim. Nyammm… Deuh.. Nikmatnya terbayang-bayang dah. Heuheu... Di kedai tempat Saya terakhir menikmati kopi kawa daun, malah ditawarkan banyak menu pendampingnya. Jadinya terkesan kopi kawa daunlah yang menjadi pendamping menu yang lain. Ada pecel lele, mie rebus, ayam penyet dan nasi goreng. Tapi memang begitulah denyut bisnis berjalan. Mesti ada inovasi untuk menyesuaikan dengan selera pangsa pasar. Supaya bisa terus survive dan bersaing di tengah deru bisnis global yang begitu kerasnya. Ceileh.. #pengamatpasarmode:ON. Heuheuheu…
Atas : varian telur; bawah : original |
Keunikan lain dari Kopi Kawa Daun ini bisa kita lihat dari media penyajiannya. Kopi kawa daun selalu dihidangkan dalam sebuah batok kelapa yang dipotong setengah, dengan tatakan sepotong batang bambu. Awalnya Saya sangka penyajian seperti ini tidak baku, jadi tentu akan berbeda di tiap kedai kopi kawa daun. Ternyata Saya salah. Semua kedai sejenis ini memang menyajikan seperti ini. “Tradisinya memang seperti ini.”, jelas seorang kawan. Wih, unik juga. Bisa jadi ciri khas yang akan selalu mengingatkan penikmatnya. Oh iya, hampir lupa. Biasanya kopi kawa daun ini disajikan tidak menyendiri. Ada sajian pendamping lainnya. Ada gorengan pisang, bakwan dan gorengan tempe. Di tempat lain ada juga dengan pendamping cemilan bika atau katan (baca : ketan) bahkan durian jika sedang musim. Nyammm… Deuh.. Nikmatnya terbayang-bayang dah. Heuheu... Di kedai tempat Saya terakhir menikmati kopi kawa daun, malah ditawarkan banyak menu pendampingnya. Jadinya terkesan kopi kawa daunlah yang menjadi pendamping menu yang lain. Ada pecel lele, mie rebus, ayam penyet dan nasi goreng. Tapi memang begitulah denyut bisnis berjalan. Mesti ada inovasi untuk menyesuaikan dengan selera pangsa pasar. Supaya bisa terus survive dan bersaing di tengah deru bisnis global yang begitu kerasnya. Ceileh.. #pengamatpasarmode:ON. Heuheuheu…
Kopi kawa daun ini memang khas minuman dari ranah
Minang. Berawal mula dari kawasan Tanah
Datar, kemudian minuman ini pun menjadi milik masyarakat Minangkabau secara
keseluruhan. Dan setelah ditelisik lebih
jauh, ternyata ada sejarah panjang dan kelam di balik minuman pergaulan di
ranah Minang ini. Apakah itu? Mari kita
sama simak bersama dengan seksama. Saya akan ajak Anda kembali menelisik buku mata
Pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Duh zaman baheula pisan ya?
Heuheu..
Ketika zaman dahulu, kala itu penjajahan masih merajalela. Gubernur Jenderal Van Den Bosch yang sedang
berkuasa memulai penerapan tanam paksa di ranah Minang. Menurut catatan sejarah, waktu terjadinya berada di tahun
1840. Biji kopi sedang booming dan happening banget sebagai komoditi
primadona di negeri-negeri Eropa.
Harganya pun mahal. Oleh karena
itu, berbekal kematreannya kumpeni dan menyusul suksesnya tanam paksa di Jawa, maka seluruh petani di Ranah
Minang pun diperintahkan menanam kopi untuk menambah supply di pasaran dunia. Biar gulden bisa terus semakin banyak mengalir ke kocek mereka. Tapi, berbeda dengan para
penjajah yang meraup banyak laba dan bisa menyesap nikmatnya kopi, di sisi lain
alangkah malangnya nasib para petani kopi.
Bukan hanya tidak dapat keuntungan secuil pun dari hasil kopinya, mereka
pun malah tidak bisa sedikit pun merasakan seperti apa rasanya kopi itu. Miris sekali.
Seluruh biji kopi yang dihasilkan, harus disetorkan ke penjajah. Tanpa terkecuali. Tidak boleh ada yang tercecer sedikit pun,
sebiji pun. Untuk kemudian biji kopi tersebut akan diangkut ke negeri-negeri
koloni memenuhi permintaan pasar di luar sana.
Karena ingin juga merasakan nikmatnya kopi, petani kopi pun memutar
otak. Mencoba menyelundupkan biji kopi
rasanya terlalu beresiko. Maka dicobalah
mengolah daun kopinya. Toh, aroma atau bahkan
rasa kopinya kemungkinan ada, walau sedikit.
Maka dimulailah eksperimen besar itu demi
memenuhi dahaga terhadap
kopi. Daun kopi pun dipetik, kemudian diasap
dulu hingga kering sebelum diseduh dengan air panas. Persis layaknya pengolahan daun teh. Kemudian
ditambah gula putih sebagai pemanis, yang disajikan terpisah. Sip. Cukup untuk sekedar memenuhi rasa penasaran dan rindu akan
rasa dan aroma kopi. Hingga sekarang,
minuman yang muncul dari kekejaman tanam paksa Belanda itu pun, tetap
lestari. Bahkan lengkap dengan cara
penyajiannya pula. Kopi kawa daun
disajikan di batok kelapa dengan tatakan sebuah potongan batang bambu. Nikmatnyaaa….
Demikian sedikit pelajaran sejarah kali ini. Semoga sedikit banyaknya jadi bahan hafalan
dan pengetahuan. Siapa tahu ntar keluar
di ulangan atau pas THB.
Merebus daun kopi yang sudah kering (diasap) |
Ini kedainya. Ramai pengunjung |
Kalau Anda berkunjung ke Sumatera Barat, cobalah. Recommended banget. Tidak hanya menyesapi rasa kopi kawa daun
yang agak-agak kesat namun nikmat, tapi resapi pula sejarahnya. Kemudian semoga bisa terbitlah rasa syukur
kita akan nikmat kemerdekaan sekarang ini.
Harganya pun tak mahal kok. Berada di kisaran Rp. 5.000 sampai Rp.
10.000 jika memesan varian yang lain.
Akan mahal Anda bayar, jika Anda memborong kopi kawa daun sekedai. Hahaha…
#Garing.
Sekedar informasi, kedai Kopi Kawa Daun yang terakhir Saya kunjungi tepat
di pinggiran jalan di selasar jalan Arosuka Kayu
Aro, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Dulu,
ketika pertama singgah, kedai ini masih teramat sederhana. Bangunan
semi permanen dengan bahan
pendamping bambu ini berdiri tepat menjorok ke pinggiran jurang hutan
bukit
barisan. Kini sudah banyak perkembangan.
Perluasan dengan saung bambu dan kayu di depan kiri dan kanannya.
Dikepung hawa dingin dan hijaunya pepohonan
hutan hujan tropis, memang menjadi suasana yang teramat cocok untuk
menyesap air
seduhan kopi panas penghangat tubuh yang berkeciut kedinginan.
Apalagi
di daerah ini kerap hujan. Lengkap sudah suasananya. Romantis eksotis
gitu.
Halah..
Di seberang ada air terjun mungil.. |
Sekian saja reportase dari Saya. Semoga bermanfaat. Selamat penasaran. Selamat mencoba. Tarimo kasiah.
*****
Yang foto pertama itu kelihatannya jadi kayak luwak white coffee gitu yaa
ReplyDeleteiya juga ya? itu salah satu varian kopi kawa daun yang dicampur telur. dicampur dengan di-mixer sampai menyatu dan berbusa. lupa ngasih caption-nya. Saya edit dulu deh :D
DeletePernah minum yang original, penasaran pengen nyoba yang kawa daun susu juga yang telur :)
ReplyDeleteayo dicoba. hehe.. selain susu dan telur, ada juga yang jahe. pernah minun di daerah aslinya ya, Mbak? di Sumbar?
Deletewah belum pernah tahu jadi penasaran ingin mencoba
ReplyDeletelayak diincip-incip emang. hehe.. saya lihat sudah ada dijual di toko online kopi kawa daun yang instan. bisa di-searching. kemarin Saya lihat di Tokopedia ada yang jual.
Delete