Bismillah
Fakta
unik bahwa di Ranah Minang secara adat masih menerapkan sistem matrilineal
dalam hal pewarisan harta, mungkin sudah hampir seluruh Indonesia tahu. Jadi,
fakta ini Saya skip saja. Terkait
panggilan nama unik juga pernah Saya tulis di artikel ini : Panggilan Nama Unik di Ranah Minang
Nah, dalam tulisan kali ini, Saya akan berfokus pada menuliskan fakta-fakta menarik
lainnya, yang mungkin sepertinya hal remeh. Namun walau begitu, bagi Saya orang Sunda yang menetap di Ranah Minang, tetap
saja menarik untuk dieksplorasi. Nah ini
dia fakta-fakta yang Saya eksplorasi sampai saat ini. Ke depannya, kalau lagi iseng lagi, Saya akan lanjutkan dengan edisi-edisi selanjutnya. Hehe.. Insya Allah.
Fakta Pertama : daging saja
Maksud
‘daging saja’ di sini bukan ngegado daging saja, apalagi dagingnya daging
mentah. Bukan. Bukan itu.
Tapi tema pembahasan Saya terletak pada penyebutan ‘daging’ saja sebagai
kata tunggal di Ranah Minang ini.
“Ada
apa saja lauknya, Da?”, misalkan kita bertanya seperti ini di salah satu rumah
makan Padang.
“Ada
gulai daging, kalio daging, dendeng daging, soto daging juga ada.”, jawab Uda
rumah makan Padang itu, misalnya.
Dagingnya favorit pisan di Ranah Minang. Sapi sapi sapi |
“Kang,
beli buahnya sekilo.”, maka si Akang penjual tidak akan ragu untuk membungkuskan
buah mangga yang dijualnya. Bukan
membungkus manggis, pisang atau buah lainnya yang sama-sama dijualnya juga.
Masih
terkait daging di Ranah Minang, Saya melihat fenomena unik lain ketika ‘idul Adha
tiba. Kalau di Jawa atau tempat lain
banyak yang berqurban entah itu sapi atau kambing/domba, namun di sini beda. Di Sumatera Barat, jarang dan teramat langka
(untuk tidak menyebutnya tidak ada) yang berqurban kambing atau pun domba. Mayoritas (untuk tidak mengatakan semua) berqurban
sapi di sini. Aneh saja rasanya kalau
ada yang qurban selain sapi di Ranah Minang.
“Kok
nggak ada yang qurban kambing di sini, Bang?”, tanya Saya ke seorang kawan yang
asli Minang.
“Orang
sini nggak suka daging kambing. Sukanya daging sapi saja.” Oh gitu. Sesederhana itukah alasannya? Saya jadi terusik untuk mencari tahu lebih mendalam terkait hal ini. Siapa tahu bisa jadi reportase yang mendunia. Heleh..
Fakta kedua : huruf O
Fakta
terkait huruf O? Maksudnya bagaimana? Begini, Pemirsa. Ehmm..
Hehe.. Selama ini kita mungkin
akan berfikiran bahwa suku Jawa-lah yang paling banyak menggunakan huruf O
dalam kesehariannya. Wajar sebenernya
sih. Simak saja penggunaan huruf O dalam
nama-nama orang dari suku Jawa. Joko,
Susilo, Prabowo, Suharto, Wanto, Tanto (ini sih orang suku Sunda aseli, tapi
lahir di provinsi berbahasa mayoritas Jawa) dan lain sebagainya. Iya kan?
Sehingga ketika ditanya huruf O identik dengan suku apa? Banyak yang akan menjawab : identik dengan
suku Jawa. Tapi sebetulnya jika mau
membanding-bandingkan suku mana yang lebih banyak memanfaatkan huruf O dalam
keseharian, Saya lebih condong menisbatkannya ke suku Minang. Loh kenapa?
Begini. Secara pemberian nama, di
Ranah Minang memang tidak ada pakem berhuruf O.
Tapi dalam kata-kata keseharian, huruf O sangat mendominasi. Mari saya list sebagian kosakata umum dalam bahasa Minang berikut
ini :
Mano
(mana);
biaso (biasa); siapo (siapa); apo (apa) ; ado (ada); barolek (baralek :
resepsi pernikahan); karajo (kerja); poi (pai : pergi); koto (kota);
sanjo
(senja/sore); biso (bisa ular); sio-sio (sia-sia); beko (nanti); lado
(lada/cabai bumbu); karano (karena); bahaso (bahasa) dan lain
sebagainya. Nah, jika di Jawa, sependek pengetahuan Saya tentunya,
teramat
jarang penggunaan huruf O dalam kata-kata keseharian. Menurut Saya,
justru penggunaan kosakata ini yang lebih menonjol dalam penisbatan
banyaknya huruf O ke suatu suku. Makanya kalau dulu Saya menjawab suku
yang
identik dengan huruf O adalah suku Jawa, maka jawaban Saya sekarang
berubah
menjadi suku Minang.
Fakta
ketiga : nasi pulen
Dalam
berbagai iklan beras yang Saya lihat, salah satu kelebihan yang ditonjolkan
oleh sang produsen adalah terkait kepulenannya kala dimasak menjadi nasi. Putih tanpa pemutih, bebas pengawet dan
PULEN. Ya, pulen menjadi daya tarik
penjualan beras di hampir seluruh Indonesia. Makanya terkenallah beras Cianjur dikarenakan kepulenannya.
Sawah bareh Solok yang kesohor itu. Hehe.. |
Sekian dulu tulisan sebagian fakta menarik dari Ranah Minang. Menarik karena bisa jadi berbeda dengan di daerah lain, atau malah tidak ada di wilayah selain di Ranah Minang. Masih ada yang lainnya selain tiga hal di atas, insya Allah akan Saya tuliskan pada kesempatan yang akan datang. Stay tuned. Halah..
*****
gaya penulisannya makin enak dibaca kang.. good job
ReplyDeleteAlhamdulillah kalo gitu, Ndre. Berarti belajar menulis Saya sudah ada perkembangan. hehehe..
ReplyDeleteIyaa, urang awak ga suka nasi pulen. Mereka lebih suka Beras pera, yg biasa utk nasi goreng
ReplyDeleteNah ini pengakuan dari pelaku. hehehe.. Beras pera ya namanya. Baru tahu. Hatur nuhun :)
DeleteKalau orang jawa, kata daging jarang digunakan, Umumnya menggunakan kata ikan. Ikan sapi, ikan kambing, ikan laut, ikan tawar.
ReplyDeletesecara bahasa daerah gitu ya? sip sip sip.. kalau di Sunda (masih pulau Jawa juga), masih pakai kosakata daging :)
DeleteLauk itu diartikan dengan ikan, ikan yg benaran ikan ya.Kalau lauk pauk disebut dengan Samba.Salut ambo kang,anda memperkenalkan minang secara live,bukan sekedar dengar dengar
ReplyDelete