Bismillah
Pappi tea. Hasil jepretan istri. |
“Ini coffelatte-nya,” Mbak Pelayan menghidangkan secangkir
kopi di meja depan Saya. “dan ini jus alpukat tanpa susu.”, kali ini diletakkannya
di depan istri Saya. Kami, seperti
biasa, hanya bisa tersenyum geli menyaksikan fragmen berulang seperti ini. Hampir di semua tempat makan yang pernah Saya
dan istri kunjungi, selalu kejadian ini terjadi. Selalu. Eh?
Emangnya kenapa? Ada yang
aneh? Ada yang salah? Ya, secara keumuman sih tidak ada yang aneh
apalagi salah. Malah teramat wajar dari
kacamata ‘keseharusannya’ menurut kondisi sosial dan kebiasaan masyarakat
sekarang. Tapi dalam kasus Saya, ini menjadi
sebuah kesalahan dalam penghidangan minuman.
Sebuah kesalahan yang jika diturutkan dipaksakan, akan berdampak berabe
pada kelanjutan dan kelestarian makanan yang Saya telan dalam jangka waktu tak
lama. Loooh? Maksudnya gimana? Penasaran nih. Huehehehee…
Percakapan imajiner lebay. Apa
yang sebenarnya terjadi?
Intinya berada pada tertukarnya posisi minuman. Seperti bisa ditebak dari judul, semestinya kopi disuguhkan ke istri Saya, dan jus menjadi bagian Saya. Loh kok gitu? Nggak suka kopi ya? Bukan. Saya malah ingin sekali suka kopi. Tapi kondisi dan situasi perut yang tak memperkenankan. Sedangkan istri penyuka kopi.
Intinya berada pada tertukarnya posisi minuman. Seperti bisa ditebak dari judul, semestinya kopi disuguhkan ke istri Saya, dan jus menjadi bagian Saya. Loh kok gitu? Nggak suka kopi ya? Bukan. Saya malah ingin sekali suka kopi. Tapi kondisi dan situasi perut yang tak memperkenankan. Sedangkan istri penyuka kopi.
Baiklah, Saya mulai dengan sebuah prolog. Gejala ini Saya rasakan entah sejak
kapan. Yang pasti, dulu ketika di
awal-awal masa kuliah, Saya tidak pernah menemukan gejala seperti ini. Walaupun Saya tidak termasuk fans kopi
dan segala variannya, tapi ketika sesekali minum kopi kala disuguhi atau
terpaksa harus menahan kantuk kala mengerjakan tugas, Saya tidak bergejala sama
sekali. Malah masih terasa hangat di
ingatan, Saya tidak bisa tidur semalaman karena minum kopi Lampung oleh-oleh
seorang kawan kuliah. Dan perut saya
oke-oke aja. Tak masalah. Tapi semua berubah ketika Negeri Api
menyerang. Sesedikit apa pun Saya
meneguk kopi, tak lama kemudian bisa dipastikan perut Saya akan bergejolak. Walaupun kopi yang Saya minum sekedar kopi
instan yang kata orang adalah kopi boong-boongan, bukan kopi sesungguhnya.
“Karena stress berat tuh, Bro.”, kata seorang kawan. Bisa jadi juga. Soalnya Saya banyak sekali memikirkan urusan Negara. Aiih… Pret ah.
“Karena stress berat tuh, Bro.”, kata seorang kawan. Bisa jadi juga. Soalnya Saya banyak sekali memikirkan urusan Negara. Aiih… Pret ah.
“Asam lambung ente ketinggian. Maag juga lagi kumat kayaknya.”, kawan yang
lain berasumsi di kesempatan yang lain.
Mungkin juga sih. Secara Saya
emang pernah menjadi pengidap penyakit maag walaupun tidak kronis. Please deh To, ga usah pake diksi pengidap
atuh. Kayak Ente ODH aja. Hehehe… Biar dramatis aja kesannya, Bro. Heuheu…
Tapi eh tapi, jika faktor keasaman yang menjadi penyebab, kok Saya
fine-fine aja ya ketika makan rujak buah super pedas deket terminal Solok? Masakan tradisional di Minang pun bercabe
semua tuh. Tak apa kok dengan perut
Saya. Kenapa juga perut Saya berdamai santai
dengan yoghurt yang sering Saya konsumsi? Padahal kan asam juga tuh. Dan kenapa pula perut Saya tidak bereaksi
ketika makan makanan agak asam basi sisa semalam? Hehehe… Dalam jangka waktu beberapa periode, misteri
ini belum juga terjawab. Tersimpan rapi
dalam list keheranan-keheranan Saya. Ah,
padahal bisa aja dengan mudah searching di internet. Emang males aja alasannya. Jawaban dari alasan ini justru Saya temukan
ketika menulis artikel gajebo ini. Ya
itu tadi, ketemu hasil dari searching.
Artikelnya bisa dibaca di tautan ini. KLIK. Ternyata rasa mual ketika dan sehabis minum kopi bukan disebabkan oleh keasaman
dari kopi tersebut. Tapi lebih karena
kadar kafein yang dikandungnya.
"Kalau mau dibandingkan PH-nya, kopi arabica yang dibilang asam itu memiliki PH 5,5, jus jeruk 4,5 dan rujak cuka 3,5, kalau makan rujak cuka atau jus jeruk kita enggak mual, kenapa kalau minum kopi mual?," kata Adi (seorang Pakar Kopi) di Jakarta, Senin. Dikutip dari link di atas.
Ah, terjawab juga misteri besar yang menyelimuti Saya selama ini. Lega rasanya. Ckckck.. Sampai segitunya. Tapi walaupun misteri sudah terpecahkan, kasus minuman yang tertukar masih saja terjadi. Berulang kali. Dan terus saja terulang. Untuk meminimalisir ketertukaran dengan menyarankan istri minum jus terus juga rasanya kurang bijak. Soalnya istri penyuka banget kopi dan segala variannya. Lagian hari gene masih ngedikte minum apa? Hehe.. Hidup kopi! Eh
*****
Malah jadi ide postingan ya ketertukarannya :D
ReplyDeleteSekarang sih, segala sesuatu harus dijadikan ide postingan. Menuju Blogger Profesional. Halah.. hehehe..
Delete