Bismillah
“Cariin dong, Mas.”,
pinta seorang kawan dari seberang pulau itu via inbox. “Siapa tahu jodoh Saya emang perempuan Minang
juga kayak jodohnya Mas.”, rayunya. Saya pun tertegun. Lama Saya tak membalas inbox kawan yang Saya
kenal di dunia maya itu. Waduh.. Mesti gimana ini? Ujungnya, Saya tidak menjanjikan. Sekedar mengusahakan kalau memang ada, dan
tanpa effort khusus tentunya.
Contekan akad nikah Saya. Ada tambahan juga selain di secarik kertas ini. |
“Akhi, ada teman Ana mau masuk LIPIA dalam tahun ini.
Ikhwan.”, prolog seorang kawan sesama PNS via telepon. “Dia ingin sebelum masuk
LIPIA, nikah dulu. Antum ada kenalan akhowat yang siap nikah?”
“Wah, kalau akhowat tentu Ana tanya dulu ke istri. Ana nggak
tahu kalau soal akhowat yang siap nikah.”, jawab Saya.
“Ok kalau gitu, Akh. Ana tunggu kabarnya ya. Oh iya, maksimal umurnya sepantaran dan mau
diajak tinggal di Jakarta.”, tambahnya.
Hmmm... Terus terang Saya ragu, namun ujungnya mengiyakan juga walau lagi-lagi tak menjanjikan.
Sekedar mencoba mengusahakan, kalau ada.
Itu pun sekedar informasi. Hmmm… Berat.
Dua fragmen di atas memang betul-betul terjadi pada
Saya. Tak hanya dua itu saja, masih ada
fragmen-fragmen lain yang temanya serupa dan sewarna : dicarikan jodoh. Jadi Mak Comblang istilahnya mungkin kalau kata
anak muda zaman sekarang mah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makcomblang didefinisikan sebagai perantara pencari jodoh;
perantara yg menghubungkan atau mempertemukan calon suami istri. Huajib! Berat Beh!
Bagi sebagian orang, menjadi mak (atau bah?) comblang
mungkin menjadi sebuah hal yang mengasyikkan.
Walaupun pada dasarnya mencarikan jodoh adalah salah satu tugas utama
dari orang tua yang bersangkutan, namun terbatasnya kenalan dan pergaulan dari
orang tua, seringkali menyusahkan dan menjadi kendala orang tua untuk
menentukan calon menantunya. Makanya tak
jarang, sang anak mencari sendiri calon jodohnya. Tak bisa sendiri mencari, minta tolong ke
teman atau ustadz yang sekiranya mampu dan mau menolong. Tapi bagi Saya,
menjadi Mak Comblang bukan urusan asyik-tidaknya. Ini masalah yang berat. Karena terkait masalah tanggung jawab. Pernikahan bukan sebuah hal yang sepele. Bukan sebuah hal yang ringan yang hanya akan dijalani
sebulan dua bulan atau setahun seperti memilih rumah kontrakan. Kalau rumah kontrakan, sebulan tak betah,
bisa saja pindah dan mudah memutuskan kontrak.
Kalau pernikahan? Bisa juga sih
cerai, tapi konsekuensinya teramat mahal secara sosial dan sangat dibenci oleh Allah
subhaanahu wa ta’ala (walaupun boleh).
Makanya, ketika ada teman atau saudara yang meminta bantu dicarikan
calon suami/istri, Saya selalu berfikir panjang. Bukan pelit bukan pula naksir sama yang akan
dijodohkan #eaaa.., tapi konsekuensinya yang teramat berat untuk ukuran Saya. Gimana kalau sudah nikah, malah terjadi
percekcokan dalam rumah tangga mereka?
Ah bukan urusan kita lagi kalau itu.
Memang betul bukan urusan kita lagi. Tapi bagi Saya ada rasa keterkaitan
tanggungjawab moril setidaknya dalam bentuk rasa bersalah. Iya kalau yang dijodohkan itu legowo, masih
mending. Lah kalau ngungkit-ngungkit mak
comblangnya gimana? Bisa panjang
urusan. Makanya, kalau pun Saya membantu
mencarikan jodoh seseorang, biasanya tak lebih sampai proses memberi informasi
tentang seseorang saja. Titik. Kalau mau lanjut, silakan cari lewat jalan
lain selain Saya. Apalagi jika Saya tak mengenal betul pribadi yang akan Saya comblangi. Dalam sejarah hidup Saya, secara pribadi cuma 1 orang saja yang Saya mantap secara batin merekomendasikan bahkan berniat total ngojok-ngojokin menikah. Alasannya satu : Saya kenal betul pribadi baik teman Saya itu. Jadi kalau dimisalkan sedang jualan, Saya sedang jualan barang kualitas tinggi. Jadi nggak ragu jualannya. #halaah
Memang tidak banyak yang meminta Saya untuk dicarikan
jodoh. Cuma beberapa. Dan dari beberapa itu, hanya satu saja yang
memang penuh Saya fasilitasi proses perjodohannya. Dan alhamdulillah sekarang mereka sudah
menikah dan dikarunia seorang putri kecil yang lucu. Proses ini pun sebetulnya aktor utamanya
bukan Saya, melainkan istri Saya. Karena
yang mau dijodohkan adalah adik istri Saya.
Dan sebagai perantara dengan pihak laki-lakinya, tentu Saya yang jadi
garda terdepan. Halah. Mulai dari tukar biodata sampai nadzhor (proses bertemu
dan saling melihat). Sudah, sampai situ
peran Saya dan istri. Selanjutnya tentu
urusan wali. Saya dan istri tidak
terlalu terlibat lagi, selain hal-hal yang memang diminta bantu oleh wali,
seperti menyampaikan ‘negosiasi’ mahar.
Di sini Saya bukannya menakut-nakuti ya, Mas Mbak comblang. Ini hanya dari sudut pandang Saya yang
terkadang terlalu melihat jangka panjang dalam hal terburuknya. Banyak juga kok teman-teman Saya yang sukses
menjodohkan temannya dan enjoy-enjoy saja malah terlihat ketagihan. Hehe..
Katanya, menjodohkan itu memperluas jaringan dan pahalanya besar. Pahala besar?
Ya, karena membantu suksesnya menjalankan perintah Allah dalam ayat ini
: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang
yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) dan Maha Mengetahui.” (QS. An
Nuur (24) : 32). Yap yup. Betul juga.
Tapi satu hal yang mesti dipersiapkan ketika menjadi Mak Comblang
: kesiapan mental. Kesiapan mental untuk
apa? Ya seperti yang Saya tuliskan di
atas. Kesiapan mental untuk
dipersalahkan suatu saat dan direpotkan memediasi percekcokan yang terjadi. Karena menurut Saya, ini salah satu bentuk tanggung jawab moril Saya ketika memutuskan untuk ikut dalam proses penentuan keputusan menikah mereka. Dan terus terang, Saya selalu tak siap untuk itu. Cemen? Bisa jadi. Hehe.. Jadi batasan membantumu sampai mana, To? Kalau Saya
pribadi, ya membantu sebatas zona aman saja.
Menginformasikan bahwa si A misalnya, siap nikah. Itu saja. Selanjutnya, terserah Anda.
saya gagal terus mencomblangi teman2 hehee
ReplyDeletehahaha.. tak apa. jodoh kan bukan di tangan comblang :D
DeleteWah pak Tanto ini makin aktif saja. Apa kabar kawan...
ReplyDeleteWah pak Tanto ini makin aktif saja. Apa kabar kawan...
ReplyDeletekabar baik, kawan. alhamdulillah. Di mana ayeuna? di Banjar?
Delete