“Qisthi ga
bayar. Kan masih 4 tahun.”, terang
istri. Alhamdulillah… Hemat dah jadinya.
Hehehe…
Yup. Untuk masuk ke
kawasan Istano Basa Pagaruyung di Batusangkar, pengunjung dipungut biaya tiket
masuk sebesar Rp. 7.000 untuk dewasa, Rp. 5.000 untuk anak-anak (usia 5-12
tahun), dan untuk anak 4 tahun ke bawah gratis.
Makanya Qisthi dan Zaid free masuk ke kawasan Istano Pagaruyung ini. Yang bayar Cuma Saya dan istri. Total Rp. 14.000 aja. Senangnyaaa…
Heuheuy...
Tampak Kanan |
Melihat Istano Pagaruyung, setiap orang tentu akan merasakan
kemegahannya. Walaupun istano ini
sekedar replika, tapi ini adalah replika Istano Basa yang dibuat sebagaimana aslinya. Persis.
Berbeda dengan Istano Silinduang Bulan yang dibangun oleh dana yang
berasal dari para keluarga kerajaan dan tokoh-tokoh adat, replika Istano Basa
Pagaruyung ini dialokasikan dananya dari APBD Provinsi Sumatera Barat. Di mana peletakan tunggak tuo (tonggak utama)
dari Istano Basa ini dilakukan oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, yaitu Bapak
Harun Zain, pada tahun 1976. Tempatnya
pun bukan di tempat yang sekarang berdiri replika Istano Basa Pagaruyung ini, melainkan
di tempat lain, yaitu di Bukit Batu Patah sebelah utara Istano Basa Pagaruyung
sekarang. Oh iya, konon Istano Basa yang
asli dibakar oleh penjajah Belanda pada tahun 1804, kemudian dibangun kembali,
dan terbakar kembali pada tahun 1966.
Setelah dibangun kembali di tahun 1976, Istano Basa kembali terbakar
pada 27 Februari 2007 karena puncak Istano tersambar petir yang mengakibatkan
kebakaran hebat. Tak lebih dari 15
persen benda berharga kerajaan yang tersisa.
Semua menjadi arang dan abu.
Sementara yang terselamatkan, disimpan di Balai Benda Purbakala
Kabupaten Tanah Datar. Sedangkan harta pusaka
kerajaan disimpan di Istano Silinduang Bulan yang terletak sekitar 2 km dari
Istano Basa Pagaruyung.
Jika melihat langsung bagaimana kondisi Istano Basa ini, sangat
wajar jika sering terbakar. Bahan yang
mayoritas kayu dengan atap dari ijuk, membuat sangat rawan tersengat api
kemudian menyebar terbakar. Saya saja
yang melihat kabel-kabel listrik dipasang di dinding Istano, rasanya riskan
sendiri. Jadi kebawa imajinasi
mengerikan. Gimana kalau konslet? Lantas gimana kalau tiba-tiba ada Uda-uda
yang jualan minyak tanah lewat? Terus si
Uda kesambet ngelemparin minyak tanah ke Istano? Waduh… Bisa berabe dah. Gimana kalau ada pengunjung yang merokok
tanpa sepengetahuan petugas pengawas?
Ngeri aja ngebayanginnya. Ngeri
sendiri jadinya. Sangat sayang jika asset
budaya ini harus kembali terbakar seperti dulu kala.
Lantai 2. Tempat para Putri yang belum menikah atau dipingit |
Ini dia tangganya |
Lantai 3 |
Setelah beberapa foto Saya ambil di lantai 2 dan 3, langsung
Saya tarik tangan Qisthi. Kita harus
segera turun. Ga tahan rasanya menahan kecamuk
jiwa yang ketakutan ini. Sementara
Qisthi seneng juga, karena tagihan janji untuk main motor-motoran di pelataran
kawan Istano akan segera terwujud.
Oh iya hampir lupa.
Buat Anda yang ingin berfoto memakai pakaian adat Minangkabau, bisa
menyewanya di lantai bawah. Anda bisa
berfoto-foto di seluruh kawasan Istano sampe ngos-ngosan atau pingsan. Pengen juga sih. Cuma jadi inget pas dulu pake pakaian adat
pas baralek. Gerahnya amit-amit. Jadi padam deh semangat narsis pake baju adat
di Istano Basa Pagaruyung. Tapi bagi
Anda yang jarang atau bahkan Cuma sekali ke sini, rasanya wajib deh nyoba pake
pakaian adat trus difoto dengan latar belakang Istano Basa Pagaruyung. Wih, akan jadi koleksi yang khas dan tak
terlupakan.
*****
Gallery foto lainnya :
*****
Gallery foto lainnya :
Ukiran di dinding Istano. Tanpa ukuran makhluk bernyawa. Sesuai dengan syariat Islam. |
Pedang yang dipajang di Lantai 3. |
Senapan di Lantai 3 |
Ujung-ujungnya main motor2an. Bukan wisata budaya. Hehehe... |
No comments:
Post a Comment